Prodi sastra jawa fakultas bahasa dan seni universitas negeri semarang



Yüklə 122,35 Kb.
tarix16.03.2017
ölçüsü122,35 Kb.
#11644

Disusun guna memenuhi tugas akhir mata kuliah Psikolinguistik

Dosen Pengampu : Prembayun Miji Lestari, S.S., M.Hum.

oleh

Uripatul Aeni


2611411005

PRODI SASTRA JAWA

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

SEMARANG

2013

KATA PENGANTAR


Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas petunjuk, kekuatan, rahmat dan hidayah-Nya, sehingga makalah ini bisa terselesaikan. Penulis juga menyadari bahwa penyusunan makalah ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan, bimbingan, motivasi dari beberapa pihak. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terima kasih, kepada :

  1. Ibu Prembayun Miji Lestari, S.S., M.Hum. selaku dosen mata kuliah Psikolinguistik, yang telah memberikan motivasi, saran, masukan dan ilmu yang beliau berikan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini sebagai tugas akhir semester.

  2. Orang tua yang senantiasa mendoakan saya selaku penulis sehingga tugas ini bisa selesai pada waktunya tanpa gangguan yang berarti. Bagaimanapun ridha orang tua adalah ridha Allah SWT.

Semoga amal kebaikannya akan mendapat imbalan dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dan kelemahan dalam makalah yang penulis buat ini, untuk itu penulis menerima dengan senang hati apabila ada kritikan dari pihak manapun sehingga dapat membangun kemampuan penulis dan terus berusaha dan belajar dari kesalahan.

Akhirnya penulis berdo’a semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca pada umumnya.

Semarang, 25 Desember 2012


Penulis

DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR 3

DAFTAR ISI 4

BAB I
PENDAHULUAN 5

BAB II
LANDASAN TEORI 6

BAB III
METODE PENELITIAN 12

BAB IV
HASIL PENELITIAN 15

BAB V
PENUTUP 22

LAMPIRAN 24





BAB I
PENDAHULUAN


  1. Latar Belakang

Bahasa merupakan alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Berbahasa merupakan proses mengkomunikasikan bahasa tersebut. Proses berbahasa sendiri memerlukan pikiran dan perasaan yang dilakukan oleh otak manusia untuk menghasilkan kata-kata atau kalimat. Secara teoritis proses berbahasa dimulai dengan enkode semantik, enkode gramatika dan enkode fonologi. Enkode semantik dan enkode gramatika berlangsung dalam otak, sedangkan enkode fonologi dimulai dari otak lalu diteruskan pelaksanaannya oleh alat-alat bicara yang melibatkan sistem syaraf otak bicara. Ketiga enkode tersebut berkaitan dalam kegiatan produksi bahasa seseorang yang juga berkaitan erat dengan hubungan antara otak dan organ bicara seseorang. Manusia yang normal fungsi otak dan alat bicaranya tentu dapat berbahasa dengan baik. Namun, bagi mereka yang memiliki kelainan fungsi otak dan alat bicaranya, tentu mempunyai kesulitan dalam berbahasa, baik produktif maupun reseptif. Jadi, kemampuan berbahasa terganggu. Gangguan-gangguan berbahasa tersebut sebenarnya akan sangat mempengaruhi proses berkomunikasi dan berbahasa. Banyak faktor yang mempengaruhi dan menyebabkan adanya gangguan berbahasa, yang kemudian faktor-faktor tersebut akan menimbulkan gangguan dalam berbahasa. Gangguan berbahasa itu bermacam-macam. Diantaranya yang akan diteliti lebih lanjut adalah mengenai latah atau ekollala. Untuk lebih mengerti mengenai gangguan berbahasa yang satu ini, penulis meneliti dua orang tua yang mengalami gangguan berbahasa latah yang bernama Masitoh dan ibu Kasmumah.

    1. Rumusan Masalah

  1. Apa yang menyebabkan timbulnya latah ?

  2. Bagaimana perilaku latah yang ditampilkan ?

    1. Tujuan

Penelitian ini bertujuan memperoleh deskripsi tentang (1) hal-hal yang menyebabkan timbulnya latah, (2) Jenis perilaku latah yang ditampilkan


    1. Manfaat

  1. Manfaat Praktis

Menambah pengetahuan dan wawasan mahasiswa dalam bidang Psikolinguistik terutama yang menyangkut masalah gangguan berbahasa, khususnya gangguan berbahasa latah.

  1. Manfaat Teoretis

Manfaat teoretis dari pembuatan makalah ini adalah untuk menambah referensi dalam bidang psikolinguistik.

BAB II
LANDASAN TEORI


    1. Pengertian Latah

Pengertian latah sering disamakan dengan ekolalla, yaitu perbuatan membeo atau menirukan apa yang dilakukan orang lain. Tetapi, sebenarnya latah merupakan suatu sindrom yang bersifat jorok dan gangguan lokomotorik yang dapat dipancing.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ketiga, pengertian latah mempunyai arti:



  1. Menderita sakit saraf dengan suka meniru-niru perbuatan atau ucapan orang lain. 

  2. Berkelakuan seperti orang gila, misalnya; karena kehilangan orang yang dicintai. 

  3. Meniru-niru sikap, perbuatan, atau kebiasaan orang atau bangsa lain. 

  4. Mengeluarkan kata-kata yang tidak senonoh, jorok, berkenaan dengan kelamin.

“Latah adalah suatu tindak kebahasaan pada waktu seseorang terkejut atau dikejutkan, tanpa sengaja mengeluarkan kata-kata secara spontan dan tidak sadar dengan apa yang diucapkannya”, (Soenjono Dardjowidjojo, 2003 : 154).

Maramis (dalam Chaer, 2002: 154) mengatakan bahwa awal mula timbulnya latah  menurut mereka yang terserang latah adalah setelah bermimpi melihat banyak sekali penis laki-laki sebesar dan sepanjang belut. Latah ini punya korelasi dengan kepribadian histeris. Kelatahan ini merupakan “excause” atau alasan untuk dapat berbicara dan bertingkah laku porno, yang pada hakikatnya berimplikasi invitasi seksual.

Selanjutnya, menurut Psikolog  Eva Septiana Barlianto M.Si, “latah adalah kebiasaan mengulang kata-kata terakhir yang diucapkan berkali-kali terutama pada kondisi kaget atau situasi tidak sesuai dengan orang yang bersangkutan. Latah bisa berupa kata lengkap atau hanya potongan kata paling akhir”. Khaltarina mengungkapkan bahwa, ”latah memiliki dimensi gangguan fungsi pusat syaraf, psikologis, dan sosial. Berdasarkan kajian yang dilakukan, gangguan latah biasanya tumbuh dalam masyarakat terbelakang yang menerapkan budaya otoriter. Latah dianggap sebagai satu sindrom budaya masyarakat setempat.”

Menurut Soenjono Dardjowidjojo ( 2003: 154 ) latah mempunyai ciri- ciri sebagai berikut:



  1. Latah hanya terdapat di Asia Tenggara 

  2. Pelakunya hampir semua wanita 

  3. Kata-kata yang dikeluarkan umumnya berkaitan dengan seks atau alat kelamin pria atau jantan 

  4. Kalau terkejutnya berupa kata, maka si latah juga bisa mengulang kata itu saja.

Contoh: bila si A dikejutkan dengan kata kuda, maka konon dia juga akan berkata kuda.

Jadi, berdasarkan pendapat ahli di atas  diambil kesimpulan bahwa latah merupakan gangguan berbicara yang tidak jelas asal-usulnya, namun karena fungsi syaraf  otak yang salah. Pada umumnya latah terjadi karena perilaku lingkungan sosial dari penderita latah tersebut.

Latah adalah sebuah perilaku yang kadang mengganggu dalam berkomunikasi. Perkataan dan kadang disertai gerakan yang berulang-ulang membuat penderita latah terlihat tersiksa dengan kondisinya.

Latah hanya ditemukan pada rumpun bahasa melayu, khususnya rumpun bahasa di Asia Tenggara, jadi latah bersifat sistemik pada logat bahasa. Ini kemungkinan dipengaruhi oleh kosakata yang banyak kita temukan berulang pada kosakata bahasa melayu yang tidak ditemukan pada bahasa-bahasa lain. Misalnya kata sering-sering, kupu-kupu, pagi-pagi, jalan-jalan dan seterusnya. Kosakata dalam bahasa melayu, bahkan semuanya bisa dibuat berulang-ulang. Kemungkinan inilah yang menyebabkan latah hanya ditemukan pada rumpun bahasa melayu tersebut.

Gangguan latah lebih banyak di dapat dan diderita oleh orang yang masih lajang (remaja-dewasa). Jika gangguan latah dibawa sampai tua, gangguan ini susah untuk disembuhkan lagi.


    1. Penyebab Timbulnya Gangguan Latah

Latah adalah sebuah fenomena gangguan yang hanya ditemukan di Asia Tenggara khususnya pada rumpun bahasa melayu. Dalam kajian ilmu psikologi latah termasuk Patologi Terkait Budaya (Culture Bound Psychopathology). Jadi latah muncul karena adanya pengaruh budaya dan kebiasaan setempat, yang akan mempengaruhi tingkah laku seseorang yang berada pada budaya tersebut.

Tetapi, latah adalah sebuah kebiasaan yang abnormal, dengan tingkat risiko tertular penyakit latah antar orang yang satu dengan yang lain tentu tidak sama. Faktor pemicunya pun tidak sama, antara lain:



  1. Faktor Pemberontakan

Dalam kondisi latah, seseorang bisa mengucapkan hal-hal yang dilarang, tanpa merasa salah. Gejala ini semacam gangguan tingkah laku. Lebih ke arah obsesif karena ada dorongan tidak terkendali untuk mengatakan atau melakukan sesuatu.

  1. Faktor Kecemasan

Gejala latah muncul karena yang bersangkutan memiliki kecemasan terhadap sesuatu tanpa ia sadari. Rata-rata, dalam kehidupan pengidap latah, selalu terdapat tokoh otoriter, bisa ayah atau ibu atau di luar lingkungan keluarga. Latah dianggap jalan pemberontakannya terhadap dominasi orang tua yang sangat menekan.

  1. Faktor pengondisian

Inilah yang sering disebut latah karena ketularan. Seseorang mengidap latah karena dikondisikan lingkungan, misalnya di saat latah, seseorang merasa diperhatikan lingkungannya. Dengan begitu, latah juga merupakan upaya mencari perhatian.

  1. Faktor pikiran

Faktor ini merupakan salah satu faktor yang menyebabkan timbulnya latah. Hal ini disebabkan sebagai akibat dari suatu permasalahan berat atau suatu kejadian yang sulit untuk dilupakan, sehingga tanpa ia sadari ia mengalami latah dalam dirinya.

Latah memang bukan gangguan psikologis yang serius dan malah banyak orang menganggapnya sebagai hiburan atau sesuatu yang lucu. Namun jika seseorang ingin tampil berwibawa atau tidak ingin lagi menjadi bahan godaan / tertawaan orang lain, maka harus menghilangkan kebiasaan latah tersebut.



    1. Macam-Macam dan Bahaya Latah

  1. Ada empat macam latah yang kita ketahui, yaitu:

  1. Ekolalia: mengulangi perkataan orang lain

  2. Ekopraksia: meniru gerakan orang lain

  3. Koprolalia: mengucapkan kata-kata yang dianggap tabu/kotor

  4. Automatic obedience: melaksanakan perintah secara spontan pada saat terkejut, misalnya; ketika penderita dikejutkan dengan seruan perintah seperti ”sujud” atau ”peluk”, ia akan segera melakukan perintah itu.

  1. Bahaya Latah

Latah sangat menyiksa jika mengobservasi penderitanya. Mereka kelihatan sangat terganggu dengan segala tingkah lakunya yang repetitif baik dari segi verbal maupun motorik. Bahaya lainnya adalah:

      1. Mengekang Kreatifitas. Karena kita sudah terbiasa untuk meniru orang lain, berbuat seperti orang lain bertingkah laku. akhirnya kita kehilangan daya untuk ‘mencipta’ hal-hal yang baru, yang lebih segar dan kita akan mapan dengan kejumudan. “be a leader dont be a follower”.

      2. Mengikis keberagaman. Jangan harap menemukan hal-hal ‘baru’ jika budaya ini terlanjur menjadi akut. semua orang akan memilih untuk seragam ketimbang bersusah payah membuat hal yang sama sekali lain. Bisa-bisa slogan kita akan berubah dari “walaupun berbeda namun tetap satu jua” menjadi “walaupun satu asalkan berbeda-beda”. Baik Buruknya Tergantung Peniruan Menurut Evi Elviati, Psi., psikolog dari Essa Consulting Group, baik buruknya anak bersikap latah terhadap sang teman tergantung apa yang ditirunya. Jika sifatnya negatif, maka orang tua harus segera menghentikan dengan memberinya penjelasan kepada anak. Sebaliknya, jika yang dicontoh adalah hal-hal positif, maka orang tua justru harus memberikan dukungan agar anak terus melakukan hal itu.

      3. Latah adalah tingkah laku yang bisa dipelajari sehingga dapat menyebar ke orang-orang disekitarnya.

      4. Membuat komunikasi dan tingkah laku kelihatan kurang etis jika menderita latah.

      5. Jika terjadi pada anak, akan menjadi ajang cemoohan bagi teman-temannya, sehingga anak akan menarik diri dari pergaulan sosialnya atau minder.



    1. Latah, Penyakit atau Kebiasaan?

Gangguan latah dalam ilmu bahasa dan komunikasi termasuk dalam kajian psikolinguistik, yaitu sebuah cabang ilmu yang mempelajari psikologi dan linguistik (bahasa). Dalam ilmu psikolingustik, latah termasuk dalam kelompok gangguan psikogenik. Chaplin dalam Kamus Lengkap Psikologi (2006 : 396) mengatakan, “penyakit psikogenik adalah satu penyakit fungsional yang tidak diketahui basis organiknya, karena itu, mungkin disebabkan oleh konflik atau tekanan atau stress emosional.”

Gangguan berbicara psikogenik adalah variasi cara berbicara yang normal, yang merupakan ungkapan dari gangguan di bidang mental. Modalitas mental yang terungkap oleh cara berbicara sebagian besar ditentukan oleh nada, intonasi, dan intensitas suara, lafal, dan pilihan kata. Ujaran yang berirama lancar atau tersendat-sendat dapat juga mencerminkan sikap mental si pembicara.

Latah adalah sebuah gangguan yang tidak mempunyai hubungan dengan gangguan fisiologi otak yang merupakan pusat bahasa (pusat broka). Latah adalah sebuah gangguan yang merupakan kebiasaan yang didentifikasi (menurut teori behavioris) ataupun karena adanya tekanan dan kecemasan (menurut teori psikoanalisa). Dia adalah kebiasaan yang diulang-ulang, dan terkadang orang mengalami latah, merasa senang dirinya mengalami latah, sehingga tidak ada kemauan untuk menghilangkan kebiasaan latahnya tersebut.

Dalam ilmu psikologi, semua gangguan mempunyai sumber penyebab. Pandangan mengenai sumber penyebab ini yang membedakan terapi-terapi psikologis, termasuk terapi latah. Misalnya teori behavioris memandang bahwa latah adalah sebuah imitasi dan identifikasi perilaku, sehingga metode terapinya adalah terapi tingkah laku.



BAB III
METODE PENELITIAN




    1. Pendekatan

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Adapun jenis dan ciri metode penelitian kualitatif adalah sebagai berikut :

Beberapa karekterisitik penelitian kualitatif, antara lain dapat disebutkan :



  1. Pengungkapan makna (meaning) merupakan hal yang esensial;

  2. Latar alami (natural setting) sebagai sumber data langsung;

  3. Peneliti sendiri merupakan instrumen kunci.

  4. Data kualitatif untuk mengungkap realitas ganda antara peneliti dan informan.

  5. Sampel bertujuan (purposive sampling) sehingga mengutamakan data langsung.

  6. Analisis data induktif, lebih memudahkan pendeskripsian konteks yang muncul.

  7. Teori mendasar (grounded theory), yaitu mengarahkan penyusunan teori yang mendasar dan dari lapangan langsung.

  8. Disain bersifat sementara karena pola lapangan sulit dibakukan terlebih dahulu, disain tampil dalam proses penelitian (emergent, evolving, developing).

  9. Pensepakatan hasil terhadap makna dan tafsir atas data langsung dari sumbernya.

  10. Modus laporan studi kasus agar terhindar dari bias akibat interaksi peneliti dengan responden.

  11. Penafsiran idiografik atau keberlakuan khusus yang diarahkan dalam penafsiran data kualitatif, bukan nomotetik (keberlakuan umum).

  12. Aplikasi tentatif akibat realitas ganda dan berbeda-beda.

  13. Ikatan konteks terfokus, karena tuntutan pendekatan holistik.

  14. Kreteria keabsahan, meliputi kredibilitas, transferbilitas, dependabilitas, dan konfirmabilitas.

Hasil penelitian pendekatan kualitatif ini kemudian digambarkan dengan menggunakan metode Statistika deskriptif. Statistika deskriptif adalah metode-metode yang berkaitan dengan pengumpulan dan penyajian suatu gugus data sehingga memberikan informasi yang berguna. Statistika deskriptif hanya memberikan informasi mengenai data yang dipunyai dan sama sekali tidak menarik inferensia atau kesimpulan apapun tentang gugus induknya yang lebih besar. Contoh statistika deskriptif yang sering muncul adalah, tabel, diagram, grafik, dan besaran-besaran lain di majalah dan koran-koran. Dengan Statistika deskriptif, kumpulan data yang diperoleh akan tersaji dengan ringkas dan rapi serta dapat memberikan informasi inti dari kumpulan data yang ada. Informasi yang dapat diperoleh dari statistika deskriptif ini antara lain ukuran pemusatan data, ukuran penyebaran data, serta kecenderungan suatu gugus data.

    1. Teknik Pengumpulan Data

Teknik Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian kali ini ada adalah teknik wawancara dan observasi.

  1. Teknik Wawancara

Menurut Lincoln dan Guba (1985) dalam A. Sonhadji K.H (1994) wawancara dinyatakan sebagai suatu percakapan dengan bertujuan untuk memperoleh kontruksi yang terjadi sekarang tentang orang, kejadian, aktivitas, organisasi, perasaan, motivasi, pengakuan, kerisauan dan sebagainya ; selanjutnya rekonstruksi keadaan tersebut dapat diharapkan terjadi pada masa yang akan datang ; dan merupakan verifikasi, pengecekan dan pengembangan informasi ( konstruksi, rekonstruksi dan proyeksi) yang telah didapat sebelumnya.

Tahap-tahap wawancara meliputi :



  • Menentukan siapa yang diwawancarai

  • Mempersiapkan wawancara

  • Gerakan awal

  • Melakukan wawancara dan memelihara agar wawancara produktif

  • Menghentikan wawancara dan memperoleh rangkuman hasil wawancara




  1. Teknik Observasi

Teknik observasi ini mula-mula dipergunakan dalam etnografi. Etnografi adalah studi tentang suatu kultur. Tujuan utama etnografi ini adalah memahami suatu cara hidup dari pandangan orang-orang yang terlibat didalamnya. Spradley (1980) mengemukakan tiga aspek pengalaman manusia, apa yang dikerjakan (cultural behavior) apa yang diketahui (cultural knowledge) dan benda-benda apa yang dibuat dan dipergunakan (cultural artifacts), ketiga aspek ini yang dipelajari , apabila seorang peneliti ingin memahami suatu kultur.

Lincoln dan Guba (1985) dalam A. Sonhadji K.H. , mengklasifikasikan observasi menurut tiga cara :



  • Pertama, pengamat dapat bertindak sebagai seorang partisipan atau non partisipan,

  • Kedua, observasi dapat dilakukan secara terus terang (overt) atau penyamaran (convert). Walaupun secara etis dianjurkan untuk terus terang, kecuali untuk keadaan tertentu yang memerlukan penyamaran.

  • Ketiga menyangkut latar peneliti. Observasi dapat dilakukan pada latar “alami” atau “dirancang” (analog dengan wawancara tak struktur dan wawancara terstruktur). Untuk observasi yang dirancang bertentangan dengan prinsif pendekatan kualitatif, yaitu fenomena diambil maknanya dari konteks sebanyak dari karateristik individu yang berada dalam konteks tersebut. Oleh karena itu teknik observasi yang kedua ini tidak dilakukan dalam penelitian kualitatif.

    1. Teknik Analisis Data

Teknik penelitian yang dipergunakan adalah analisis deskriptif presentase yakni analisa dalam penelitian digunakan untuk mengetahui dan menggambarkan mengenai keadaan variabel. Dari variabel tersebut lebih lanjut ditafsirkan dengan menggunakan tabel kriteria yang telah dibuat, dan kemudian data-data yang diperoleh ditarik kesimpulan mengenai presepsi mahasiswa tentang tema yang diambil.

BAB IV
HASIL PENELITIAN




    1. Identitas

        1. Identitas Subjek I

  • Nama : Masitoh

  • Jenis Kelamin : Perempuan

  • Tempat/tanggal lahir : Brebes, 19 Februari 1961

  • Usia : 51 Tahun

  • Tahun Agama : Islam

  • Suku : Jawa

  • Pendidikan Terakhir : MI (Madrasah Ibtidaiyah)

  • Alamat : Kr Mulya Benda Sirampog Brebes 52272

  • Profesi : Petani

  • Lama latah : 25 Tahun

        1. Identitas Subjek II

  • Nama : Kasmumah

  • Jenis Kelamin : Perempuan

  • Tempat/tanggal lahir : Brebes, 14 Februari 1963

  • Usia : 49 Tahun

  • Tahun Agama : Islam

  • Suku : Jawa

  • Pendidikan Terakhir : MI (Madrasah Ibtidaiyah)

  • Alamat : Kratagan Benda Sirampog Brebes 52272

  • Lama latah : -

  • Hubungan dengan Subjek I : Teman



    1. Pelaksanaan Wawancara dan Observasi

Subjek I :

  • Hari/Tanggal : Rabu, 19 Desember 2012

  • Waktu : Pukul 09.00 s/d 18.00 WIB

  • Tempat : Rumah subjek dan lingkungan

Subjek II :

  • Hari/Tanggal : Jum’at, 21 Desember 2012

  • Waktu : Pukul 09.00 s/d 18.00 WIB

  • Tempat : Warung Subjek

    1. Hasil Observasi dan Wawancara

        1. Subjek I

Observasi Subjek I dilaksanakan di ruang tamu subjek, saat peneliti sedang mengunjungi anak subjek yang tidak lain adalah teman satu sekolah saat dibangku SD dan SMA. Dari observasi yang kemudian dilanjutkan dengan wawancara tersebut dihasilkan beberapa hasil diantaranya :

  1. Penyebab timbulnya latah

Ibu Masitoh yang merupakan penyandang latah yang merupakan subjek pertama penelitian ini merupakan salah satu seorang ibu yang bertugas sebagai ibu rumah tangga sekaligus ibu yang bekerja sebagai buruh tani. Beliau adalah istri dari bapak Solikhin. Dari pernikahan dengan bapak Solikhin Beliau dikaruniai sembilan anak. Adapun sembilan anak tersebut adalah sebagai berikut:

  • Anak pertama : Sikha

  • Anak kedua : Soleh

  • Anak ketiga : Solekhah

  • Anak keempat : Taufikuurahman

  • Anak kelima : Nisfatul Fajriya

  • Anak keenam : Nur Fadilah

  • Anak ketujuh : Ali (Bogem)

  • Anak kedelapan : Eti Nur baeti

  • Anak kesembilan : Fa’iq

Akan tetapi, dari kesembilan anak tersebut lima diantaranya meninggal. Mereka adalah anak nomor satu, tiga empat, lima dan enam. Mereka meninggal dikarenakan rumah mereka yang tergolong angker (menurut kepercayaan keluarga tersebut). Hal ini diperkuat dengan cara meninggal anak-anak mereka yang tidak wajar. Mereka meninggal di saat umur mereka tergolong masih muda, karena belum sampai menginjak umur satu tahun.

Hal tersebut di atas tentu manjadikan kedua orang tua tersebut menjadi stress (bukan gila). Terlebih yang menjadi ibu, yang notabene mengandung mereka hingga mereka dilahirkan. Ibu mana yang tidak sedih saat buah hatinya meninggal dengan cara yang tidak wajar dan dalam usia yang masih muda. Akibatnya, hal tersebut menjadikan stresnya pikiran dan bahkan hingga menjadi pemicu ia mengalami gangguan latah.

Dari peristiwa di atas dapat diambil kesimpulan bahwa latah yang dialami oleh si ibu atau dalam penelitian kali ini adalah subjek I, timbul sebagai akibat dari stresnya memikirkan kelima anaknya yang meninggal secara tidak wajar dan dalam usia yang sangat muda.

Jika ditinjau ulang, faktor penyebab timbulnya latah pada subjek I ini merupakan faktor pikiran. Karena dalam hal ini si subjek memikirkan suatu kejadian yang merupakan kejadian berat yakni meninggalnya kelima anaknya yang tidak wajar dan masih dalam usia sangat muda.


  1. Bentuk Pernyataan Bahasa pada Penyandang Latah.

Latah sering disamakan dengan ekolalla, yaitu perbuatan membeo atau menirukan apa yang dilakukan orang lain. Akan tetapi latah yang terjadi pada subjek I kali merupakan latah yang tidak seperti umumnya. Karena pada umumnya latah menirukan omongan orang lain. Akan tetapi gangguan berbahasa latah pada subjek I ini seakan-akan sudah berpola. Dikarenakan saat ia latah ia hanya menggunakan kata-kata tertentu dalam latahnya yakni dengan menggunakan kata:

  • Arip (keponakan)

  • Khojin (saudara jauh)

  • Joleh (adik kandung)

  • Mudah (adik kandung)

Merupakan beberapa kata yang sering dan diucapkan saat ia sedang latah. Dalam latahnya tersebut ia justru tidak menggunakan nama anak-anaknya yang meninggal yang merupakan akibat ia menjadi latah. Ia justru memanggil nama adik, keponakan dan saudara jauhnya. Penyebab pastinya belum begitu jelas, ia hanya menuturkan bahwa yang menjadi penyebab latah tersebut semenjak anak-anaknya meninggal dan yang terucap adalah nama adik-adiknya dan keponakan, dan saudara jauhnya.

Dalam pengucapan kata-kata tersebut, terdapat urutan tetap. Maksudnya adalah saat si subjek I ini mengalami latah, ia menuturkan kespontanitasnya dengan menggunakan kata kata tersebut secara urut. Adapun urutannya adalah sebagai berikut:



        1. Joleh (adik kandung)

        2. Mudah (adik kandung)

        3. Arip (keponakan)

        4. Khojin (saudara jauh)

Kata-kata tersebut terrucap saat ia hendak memanggil anak-anaknya, memanggil orang lain yang ia kenal dan orang yang belum dikenal sama sekali, menawarkan makanan atau minuman pada tamu yang dirumahnya, dan dikagetkan oleh orang lain.

Sebagai salah satu hasil observasi adalah saat ia hendak memanggil anaknya yang ketujuh yang bernama Eti, ia justru memanggil dengan sebutan “Joleh, Mudah, Arip, Khojin”, tanpa terucap nama anak yang dimaksud. Sehingga untuk mempermudah komunikasinya ia menyentuh si anak (jika anak yang lain berada dalam satu ruangan), akan tetapi jika hanya ada salah satu anak di dalam rumah tersebut maka si anak pasti sudah tahu siapa yang dimaksud oleh ibu mereka. Hal ini menjadi salah satu penyebab tak pernah terpanggilnya nama anak-anak subjek I saat dipanggil olehnya.

Selain itu kata-kata tersebut terucap saat ia hendak menawarkan makanan atau minuman kepada tamu. Salah satu kalimatnya adalah

Eh, Joleh, Mudah, Arip, Khojin, kepengin minum apa, engko kanyul-kanyul?”



Padahal yang dimaksud adalah seorang tamu yang meruapakan teman dari anakmya.

Kemudian kata-kata tersebut terucap juga saat subjek I dikagetkan, entah itu dari depan maupun belakang, dengan cara ditepuk bahunnya atau hanya disikut perutnya. Akan tetapi, kali ini terdapat tambahan kata-kata yang ia ucapkan, diantaranya seperti kata kanyal-kanyul, eh cus cus, cemplak, dan mencolat ayame.

Saat latah dalam kondisi seperti iti, latahnya bisa berdurasi satu menit. Dalam waktu satu menit tersebut, secara bolak-balik hanya dengan mengucapkan kata-kata Joleh, Mudah, Arip, Khojin ketambahan kata kanyal-kanyul dan lain-lain seperti yang telah disebutkan di atas.
Latah yang dialami oleh subjek I hanya latah secara verbal (perkataan), bukan non-verbal (tindakan), dikarenakan saat ia disuruh untuk melakukan sesuatu, ia hanya kaget dengan mengucapkan kata cus-cus, cemplak, kanyal-kanyul, dan lain-lain.
Menurut pengakuannya, latah yang dialaminya merupakan suatu anugerah sebab ia bisa menghibur dirinya sendiri dan orang lain. Ia merasa ia tak pernah sedih semenjak mengalami latah tersebut. Dalam kondisi sesedih apapun seperti saat ia tidak punya uang sama sekali, ia tetap bisa tertawa bahkan tetap bisa menghibur orang lain disekelilingnya.


        1. Subjek II

Observasi dan wawancara Subjek II dilaksanakan di warung subjek II, tepatnya dimana warung tersebut adalah tempat untuk menjual bakso milik subjek II, penelitian dilaksanakan saat membeli bakso sekaligus saat subjek II melayani para pembeli bakso yang kemudian dilanjutkan dengan wawancara. Dari observasi dan wawancara tersebut dihasilkan beberapa hasil.

  1. Penyebab timbulnya latah

Bu kasmunah atau yang lebih akrab dipanggil dengan nama ibu Munah merupakan salah satu warga di dukuh Kratagan Desa Benda Kecamatan Sirampog Kabupaten Brebes. Ia berprofesi sebagai penjual bakso di rumahnya. Suaminya turut serta sebagai penjual bakso. Akan tetapi ibu Kasmunah menjual baksonya di warung depan rumahnya. Sedangkan suaminya berjualan dengan cara berkeliling desa.

Ibu Munah, atau subjek ke II ini menuturkan bahwa, dirinya mengalami gangguan berbahasa yang berupa latah ini dikarenakan karena ia mengikuti teman –temannya, seperti ibu Tasriah (tetangga dekat, sekaligus teman saat di sawah), ibu Masoitoh atau subjek I. Ia mengaku bahwa sebelum ia menikah, ia hidup secara normal. Tidak mengalami gangguan yang berupa latah ini. Akan tetapi, kemudian ia menjadi latah setelah ia bertemu dengan mereka di dalam sutau majlis pengajian, sawah (setelah si subjek II selesai berjualan bakso), dan percakapan sehari-hari saat di rumah.

Dilihat dari penyebab tersebut di atas, latah yang dialami subjek II termasuk ke dalam faktor pengondisian. Dimana faktor pengondisian inilah yang sering disebut latah karena ketularan. Seseorang mengidap latah karena dikondisikan lingkungan, ia menjadi latah sebagai kaibat dikarenakan tertular oleh teman-temannya.


  1. Bentuk Pernyataan Bahasa pada Penyandang Latah.

Latah yang dialami oleh ibu Kasmunah merupakan latah yang seperti latah pada kebahanyakan orang. Seperti yang diketahui ada beebrapa macam latah, diantaranya :

  • Ekolalia: mengulangi perkataan orang lain

  • Ekopraksia: meniru gerakan orang lain

  • Koprolalia: mengucapkan kata-kata yang dianggap tabu/kotor

  • Automatic obedience: melaksanakan perintah secara spontan pada saat terkejut, misalnya; ketika penderita dikejutkan dengan seruan perintah seperti ”sujud” atau ”peluk”, ia akan segera melakukan perintah itu.

Latah yang dialami oleh ibu Kasmunah adalah macam latah yang terdapat pada nomer satu, yakni latah ekolalia (mengulangi perkataan orang lain). Ia hanya akan menirukan perkataan orang lain saat ia dikegetkan.

Dikarenakan saat ia latah, ia menirukan apa yang dikatakan oleh orang lain ketika mengagetkan dirinya tanpa dengan tindakan. Latah yang seperti ini adalah latah yang berbentuk verbal (perkataan).

Sebagai contoh saat seseorang yang mengagetkannya dengan perkatan “Bi Munah, Bi Munah..”

Maka jawaban dari ibu Munah adalah dengan memanggil namanya sendiri, yakni : Eh, ya Bi Munah Bi Munah.

Saat ia dikagetkan dengan menggunakan kata Rika lagi apa wa...

Maka jawabannya adalah Eh ya,, kiye lagi apa lagi apa..

Saat ia dikegetkan dengan cara ditepuk bahunya maka jawaban yang keluar dari mulutnya adalah Eh ya cus, cus, cus.. eh cus.

Menurutnya latah yang sedemikan itu menjadi suatu hal yang menghibur dirinya dan orang lain di saat sedang banyak permasalahan.

Menurut suaminya yang tidak lain juga berprofesi sebagai penjual bakso keliling, latah yang dialaminya juga menjadi pemicu larisnya bakso yang ia dan sanhg istri jual. Mereka menjadi langganan tetap di samping karena baksonya yang tergolong enak, penjualnya juga yang ramah, lucu, baik, dan mampu menjadi hiburan di saat mereka sedang makan bakso di warungnya.

BAB V
PENUTUP


    1. Simpulan Berdasarkan Hasil

penelitian dapat disimpulkan bahwa:

  1. Faktor pikiran adalah faktor penyebab subjek I menjadi latah. Latah tersebut diperoleh subjek karena fikiran yang stres akibat memikirkan lima dari sembilan anaknya yang meninggal secara tidak wajar dan dalam usia yang masih sangat muda. Kemudian penyebab timbulnya latah pada subjek II adalah faktor pengondisian. Dimana subjek II mendapat gangguan latah dengan sendirinya tanpa sadar sebagai akibat dari pergaulan sehari-hari di lingkungan rumah maupun tempat kerja seperti sawah dengan teman-temannya seperti subjek I dan ibu Tasriah.

  2. Jenis perilaku latah yang ditampilkan kedua subjek berupa latah verbal. Latah verbal yang tergambar dalam diri subjek I yaitu mengucapkan kata-kata yang hampir berpola seperti . Joleh, Mudah, Arip, dan khojin. Selain itu ada pula kata lain seperti kanyal-kanyul, cus, cemplak, dan lain-lain. Sedangakan subjek II dalam perilakunya adalah dengan menirukan dengan apa yang diucapkan oleh seseorang yang mengagetkan subjek II. Misalkan yang mengagetkan dengan kata ayam maka subjek II pun akan mengucapakan kembali atau menirukan kembali, akan tetapi dengan beberapa kali Eh ayam ayam ayam.

Dipandang dari timbulnya kata-kata dalam diri masing-masing subjek itu berbeda-beda. Pada subjek I, biasanya latahnya keluar saat ia hendak memanggil seseorang, sedangkan pada subjek II, latahnya keluar saat ia dikagetkan oleh orang lain.

DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul. 2003. Psikolinguistik. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Subyakto-Nababan, Sri Utari. 1992. Psikolinguistik Suatu Pengantar. Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama.
........, Metode Penelitian Kualitatif. 2010. Banjarmasin: Seminar Metodologi Penelitian Program Pascasarjana IAIN Antasari Banjarmasin.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24440/5/Chapter%20I.pdf

diunduh pukul 19.00, tanggal 1 Desember 2012.

http://papers.gunadarma.ac.id/index.php/psychology/article/viewFile/10730/10290

diunduh pukul 18.30, tanggal 1 Desember 2012.

http://www.psychologymania.com/2012/10/pengertian-latah.html

diunduh pukul 15.30, tanggal 3 Desember 2012.

http://www.psychologymania.com/2012/03/latah-bisa-menular.html

diunduh pukul 19.33, tanggal 3 Desember 2012.

http://www.psychologymania.com/2012/03/penyebab-timbulnya-gangguan-latah.html

diunduh pukul 19.41, tanggal 3 Desember 2012.

http://www.psychologymania.com/2012/03/latah-penyakit-atau-kebiasaan.html

diunduh pukul 19.55, tanggal 3 Desember 2012.



LAMPIRAN



Subjek I
Gambar Subjek I : Salah satu aktifitas Subjek I saat di Rumahnya


Subjek II

Gambar Subjek II : Salah satu aktifitas Subjek II








Rekaman dengan Subjek II




Yüklə 122,35 Kb.

Dostları ilə paylaş:




Verilənlər bazası müəlliflik hüququ ilə müdafiə olunur ©www.azkurs.org 2024
rəhbərliyinə müraciət

gir | qeydiyyatdan keç
    Ana səhifə


yükləyin